Pendahuluan: Harga Lebih dari Sekadar Angka
Pernahkah kamu melihat produk dengan harga Rp99.000 alih-alih Rp100.000? Atau promo besar-besaran seperti “Diskon 90% dari harga asli” yang terasa terlalu bagus untuk dilewatkan? Ini bukan kebetulan—ini adalah bagian dari strategi psychological pricing yang dirancang untuk mempengaruhi cara berpikir konsumen saat berbelanja.
Psychological pricing adalah teknik penetapan harga yang memanfaatkan cara otak manusia memproses angka dan persepsi nilai. Dengan strategi yang tepat, brand bisa membuat harga lebih menarik tanpa benar-benar mengubah produk.
Bagaimana cara kerja teknik ini, dan bagaimana dampaknya terhadap keputusan belanja? Simak pembahasannya berikut ini!
1. Apa Itu Psychological Pricing?
Psychological pricing adalah strategi penetapan harga yang dirancang untuk mempengaruhi emosi dan perilaku konsumen agar lebih mudah mengambil keputusan pembelian.
Teknik ini digunakan dalam berbagai sektor, seperti:
- E-commerce & Marketplace → Shopee, Tokopedia, dan Lazada sering menggunakan harga promo dan bundling
- Retail & Supermarket → Indomaret dan Alfamart sering menampilkan harga Rp9.900 untuk menarik pembeli
- Brand Mewah → Produk dengan harga tinggi tanpa diskon untuk meningkatkan persepsi eksklusivitas
- Layanan Berlangganan → Netflix, Spotify, dan GoPay Plus menawarkan harga yang terlihat lebih “hemat” dalam paket langganan
Dengan memahami psychological pricing, brand bisa meningkatkan penjualan tanpa harus mengandalkan produk baru atau promosi besar-besaran.
2. Strategi Psychological Pricing yang Paling Efektif
a. Charm Pricing: Kekuatan Angka 9
- Harga Rp99.900 terasa jauh lebih murah dibanding Rp100.000, meskipun selisihnya hanya Rp100.
- Ini karena otak kita cenderung fokus pada angka pertama (99 terlihat lebih kecil dari 100).
- Digunakan oleh Shopee dan Tokopedia dalam flash sale.
b. Price Anchoring: Harga Sebagai Tolak Ukur
- Saat melihat produk dengan label “Harga asli Rp1.000.000, sekarang Rp299.000”, konsumen menganggap mereka mendapatkan diskon besar.
- Padahal, harga asli bisa saja dinaikkan sebelum didiskon.
- Teknik ini banyak digunakan oleh marketplace saat Harbolnas atau 12.12 Sale.
c. Decoy Pricing: Memanipulasi Pilihan
- Jika ada tiga pilihan harga, konsumen cenderung memilih yang “tengah.”
- Contoh paket langganan:
- Basic: Rp30.000
- Standard: Rp50.000
- Premium: Rp60.000
- Konsumen biasanya memilih Standard karena terasa paling “worth it”.
d. Prestige Pricing: Efek Mewah
- Produk mahal sering kali tidak diberi diskon agar tetap terlihat eksklusif.
- Contoh: Apple, Louis Vuitton, dan Rolex tidak pernah memberikan diskon besar-besaran.
e. Bundling Pricing: Paket Lebih Murah
- Menawarkan beberapa produk dengan harga lebih murah dalam satu paket.
- Contoh: Shopee sering menawarkan “Beli 3 Lebih Murah” untuk kosmetik atau produk kecantikan.
Strategi ini menunjukkan bahwa harga bukan hanya soal angka, tapi juga soal cara kita memandang nilai produk.
3. Bagaimana Psychological Pricing Mempengaruhi Keputusan Konsumen?
a. Menciptakan Rasa Urgensi
- Promo kilat atau “Hanya Berlaku Hari Ini!” mendorong konsumen untuk segera membeli karena takut ketinggalan.
- Ini sering digunakan oleh Tokopedia dengan fitur “Flash Sale.”
b. Meningkatkan Persepsi Nilai
- Harga yang lebih tinggi bisa memberikan kesan eksklusivitas dan kualitas yang lebih baik.
- Contoh: Produk skincare lokal yang awalnya dijual Rp70.000 lalu naik ke Rp300.000 agar terlihat premium.
c. Mendorong Pembelian Impulsif
- Harga dengan angka 9 di belakang sering memicu pembelian tanpa berpikir panjang.
- Ini sebabnya di Indomaret atau Alfamart, banyak produk kecil dengan harga Rp4.900 – Rp9.900 di dekat kasir.
d. Memengaruhi Loyalitas Konsumen
- Produk dengan harga stabil dan tidak sering didiskon dapat membangun citra eksklusif dan kepercayaan pelanggan.
- Contoh: Apple yang jarang memberikan diskon besar pada iPhone terbaru.
Teknik ini membuktikan bahwa keputusan membeli tidak selalu berdasarkan logika, tapi juga dipengaruhi oleh emosi dan persepsi harga.
4. Studi Kasus: Psychological Pricing di Indonesia
✅ Sukses: Flash Sale Shopee & Tokopedia
Shopee dan Tokopedia sukses meningkatkan penjualan dengan Flash Sale Rp99, diskon besar, dan bundling produk.
- Konsumen merasa mendapatkan harga terbaik, meskipun banyak produk yang sudah dinaikkan harganya sebelum didiskon.
- Hasilnya? Penjualan meningkat drastis selama Harbolnas dan kampanye besar.
❌ Gagal: Markup Harga Berlebihan di Marketplace
Beberapa toko menaikkan harga sebelum diskon besar, misalnya:
- Harga awal Rp700.000, lalu dinaikkan menjadi Rp1.500.000, kemudian “diskon” jadi Rp300.000.
- Konsumen yang sadar akhirnya kecewa dan meninggalkan toko tersebut.
Hal ini membuktikan bahwa strategi harga harus dilakukan dengan transparan dan jujur agar tidak merusak reputasi brand.
5. Bagaimana Menerapkan Psychological Pricing untuk Brand Kamu?
Untuk memanfaatkan psychological pricing dengan baik, perhatikan langkah-langkah ini:
✔ Kenali Target Konsumen → Pahami bagaimana mereka merespons harga tertentu.
✔ Gunakan Strategi yang Tepat → Charm pricing, bundling, atau price anchoring bisa disesuaikan dengan produk.
✔ Hindari Kecurangan → Jangan menaikkan harga berlebihan sebelum diskon.
✔ Lakukan Uji Coba → Gunakan A/B testing untuk melihat harga mana yang paling efektif.
Dengan strategi yang tepat, brand bisa meningkatkan penjualan tanpa harus terus-terusan memberikan diskon besar.
Kesimpulan: Harga Bisa Menentukan Keputusan Pembelian
Harga bukan hanya angka—cara harga ditampilkan bisa mengubah cara konsumen berpikir dan bertindak.
Dengan menerapkan psychological pricing yang tepat, brand bisa:
✔ Meningkatkan persepsi nilai produk
✔ Mendorong keputusan belanja lebih cepat
✔ Meningkatkan loyalitas pelanggan
Ingin meningkatkan visibilitas brand kamu dengan strategi marketing yang tepat?
💡 Mezink siap membantu bisnis kamu berkembang dengan influencer marketing berbasis AI yang bisa disesuaikan dengan budget!
🔗 Kunjungi www.mez.ink sekarang dan mulai tingkatkan brand kamu! 🚀
Leave a Reply